Berantas oknum preman berkedok Deb Collector, ancaman hingga kekerasan fisik, Polisi harus segera bertindak..!!
Lensafakta.com, Bandung || Kekerasan yang dilakukan oleh oknum dep collector jalanan yang biasa disebut Mata Elang (Matel) kini kembali marak terjadi. Para oknum preman tersebut kini semakin “berani” dan “lantang” melawan hukum. Salah satu contoh, kejadian dialami oleh (sebut saja) RD bersama 3 rekannya yang kendaraannya dirampas oleh preman berkedok debt collector tersebut.
RD yang sedang mengendarai mobil pick-up di daerah Bandung, tiba-tiba dicegat oleh sekitar 10 PREMAN JALANAN berkedok Debt Colector yang katanya dari salah satu leasing pada senin 23/12/23. RD yang kala itu kalah jumlah, mendapat tekanan, intimidasi dan bahkan ironisnya ancaman itu juga dilakukan dengan menggunakan senjata api dari beberapa preman tersebut. Lebih miris lagi, hal ini terjadi di depan umum (jalan raya) di daerah Bandung kotamadya yang mana pada saat itu banyak orang yang melihat.
Mobil yang sehari-hari dipakai RD untuk mengangkut barang usaha WO (Wedding Organizer) itu ditarik dan dirampas secara PAKSA oleh preman yang tidak berprikemanusiaan. Karena takut akan ancaman, RD dan rekannya yang masih remaja tersebut akhirnya hanya bisa pasrah menyerahkan unit yang sedang ia kendarai.
Sebenarnya, terkait penarikan ala-ala preman ini jelas melanggar undang-undang dan aturan hukum yang berlaku, apalagi dilakukan dengan ancaman dan kekerasan oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi untuk hal itu, maka jelas kegiatan tersebut ILEGAL dimata hukum.
Tindakan mengambil kendaraan bermotor secara paksa (perampasan) dijalanan oleh para gerombolan preman tentunya dapat dijerat/dikenakan Pasal 365 KUHAP mengenai pencurian dengan kekerasan sebagai pemberatan dari pasal pencurian biasa, sebagaimana dimaksud dalam pasal 362 KUHAP, dan juga terancam pasal 368 KUHP tentang kekerasan dan 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan.
Ditambah lagi, jika menggunakan SAJAM apalagi SENJATA API, jelas melanggar undang-undang darurat no. 12 tahun 1951 pasal 1 ayat (1) dengan ancaman penjara setinggi-tingginya 20 tahun.
Prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah pun harusnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Selanjutnya dalam Pasal 15 disebutkan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Dalam putusan MK nomor 57/PUU-XIX/2021 telah ditegaskan bahwasanya pihak / perusahaan leasing tidak boleh serta merta dengan semena-mena mengambil paksa kendaraan debitur kecuali melalui proses peradilan.
Oleh karenanya, kami berharap pihak KEPOLISIAN, khususnya POLDA JABAR agar memperhatikan hal ini, hama-hama preman jalanan berkedok debt collector ini harus segera DIBASMI agar menciptakan suasana aman dalam lingkungan masyarakat dan tidak menimbulkan keresahan di lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti yang dikutip dari perkataan mantan Kapolda Metro Jaya, Irjen. Pol. Dr. H. Mohammad Fadil Imran, M.Si (ketika ia masih menjabat) “TIDAK ADA TEMPAT UNTUK PREMAN DI NEGERI INI..!!! ”
Rendy Rahmantha Yusri, A. Md
(Pimpinan Redaksi Lensafakta.com & Wakil Ketua IWOI kabupaten Bandung)