Wartawan bukanlah LSM, LSM bukan pula Wartawan, menepis kerancuan, yuk simak penjelasannya..!
Lensafakta.com, Kabupaten Bandung || Akhir-akhir ini banyak sekali kebingungan yang terjadi di masyarakat menyoal profesi wartawan yang dianggap sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), begitu pula sebaliknya. Masyarakat berasumsi bahwa Wartawan dan LSM itu adalah sama, padahal sama sekali tidak. Bukan tanpa sebab, pasalnya, kebanyakan wartawan dilapangan tidak mengerti akan tugas pokok dan fungsi seorang jurnalis yang sebenarnya, mereka justru berpolah bak seorang anggota LSM, sebaliknya, banyak dari teman-teman Lembaga yang justru memposisikan diri terjun dalam tugas pokoknya seorang wartawan.
LSM dan Wartawan memiliki dasar undang-undang dan fungsi tugas yang sangat jauh berbeda. Kalau kita menyandarkan kepada pengertian di dalam undang-undang, maka definisi LSM adalah organisasi/lembaga yang didirikan oleh anggota masyarakat yang merupakan warga negara Republik Indonesia, dengan SUKARELA atas kemauan sendiri dan dengan penuh minat, serta berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga tersebut sebagai suatu bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, dengan menitikberatkan pada swadaya.
LSM sendiri awal mula dikenal dalam UU no 4 tahun 1982 (tentang Lembaga). Untuk tugas dan fungsinya, LSM telah diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 yang juga sebagai LANDASAN berdirinya sebuah lembaga/organisasi masyarakat. Sebuah LSM memiliki AD-ART yang berfungsi sebagai pedoman dasar yang meengatur segala azaz dalam megokohkan pondasi sebuah Organisasi/LSM, sehingga wajib dipatuhi oleh seluruh anggota yang tergabung di dalamnya.
Fungsi LSM itu sendiri tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang mana ada sekitar 8 poin tercantum di dalamnya, yakni,
1. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat
2. Memberikan pelayanan kepada masyarakat
3. Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat
5. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup
6. Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat
7. Menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
8. Mewujudkan tujuan negara.
Lalu, bagaimana dengan wartawan/jurnalis? Mari kita simak..
Walaupun ada sedikit perbedaan, wartawan atau jurnalis hampir sama, hanya yang membedakannya lingkup jurnalis mungkin lebih luas, tapi secara fungsi dan tugas wartawan atau jurnalis memiliki kesamaan, bilamana didefinisikan wartawan/jurnalis berarti seseorang yang kegiatan sehari-harinya mencari informasi, mengumpulkan berita, menyusun berita dan secara teratur menulis laporan untuk dikirim atau dimuat di media massa. Laporan tersebut dipublikasikan dalam sebuah media seperti televisi, internet, radio, majalah dan dokumenter, sebagaimana dijelaskan pada pasal 1 ayat (4) UU Pokok Pers no.40 tahun 1999.
Pada UU Pokok Pers no. 40 tahun 1999, tentunya terdapat banyak poin yang mengatur semua ruang lingkup kewartawanan atau kejurnalistikan, termasuk mengenai Kode Etik Jurnalis atau biasa disebut KEJ, karena dalam praktiknya wartawan harus memiliki serta menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah ditetapkan. Wartawan juga memiliki kebebasan untuk memilih organisasi wartawan (organisasi khusus profesi).
Sementara itu, jika kita ingin menela’ah lebih dalam tentang tujuan dari wartawan itu sendiri, mungkin dapat kita dapat mengutip dari salah satu buku Jurnalistik yang berjudul “Kemahiran Berbahasa Produktif” (2020) karya Lisa Septia Dewi Br. Ginting bahwasanya dijelaskan tujuan utama dari wartawan ialah mendapatkan informasi dengan melakukan wawancara atau lewat teknik peliputan berita lainnya.
Dari keterangan singkat diatas, maka secara definisi saja Wartawan dan LSM sangatlah berbeda, apalagi jika mengacu kepada tugas dan fungsi pokoknya masing-masing, tentunya lebih jauh berbeda lagi. Namun, sayangnya banyak dari insan pers yang katanya “wartawan” tidak tau akan hal ini, mereka justru berpolah bak seorang anggota LSM, begitu pula sebaliknya, seorang anggota-anggota LSM bertingkah seperti seorang wartawan mencari bahan berita untuk diolah dan dipublikasi, sehingga membuat ambigu dimata masyarakat yang menyangka wartawan dan LSM adalah SAMA, padahal ini asumsi yang keliru. Sangat jelas 2 profesi ini tidak ada korelasinya sama sekali, kecuali dalam fungsi secara umum dalam mengawasi proses demokrasi yakni sama-sama bertanggung-jawab sebagai sosial kontrol.
Sedikit catatan, dapat kita simpulkan bahwasanya sebuah LSM lebih berorientasi kepada MASSA (dikarenakan berkaitan langsung dengan masyarakat) sementara Wartawan berorientasi kepada TULISAN/Karya Tulis yang didapat dari hasil investigasi di lapangan.
Disisi lain, seorang wartawan tidak dibenarkan merangkap sebagai anggota LSM, sebagaimana Dewan Pers juga telah mengeluarkan himbauan yang bersifat Seruan Tegas dengan Nomor: 02/S-DP/XI/2023 (Tentang Perangkapan Profesi Wartawan dan Keanggotaan LSM) agar seorang wartawan yang masih merangkap sebagai LSM mencopot statusnya di kelembagaan, atau dia berhenti jadi wartawan dan fokus pada lembaga.
Dengan tulisan ini, setidaknya sedikit memberi pencerahan kepada masyarakat atau bahkan justru kepada wartawan dan LSM itu sendiri yang BELUM memahami betul apa perbedaan diantara 2 profesi ini.
Jadi, sudah jelas kan mana Wartawan mana LSM? Jangan ada lagi stigma keliru yang beredar bahwasanya Wartawan adalah LSM atau sebaiknya.
Terlepas dari PERBEDAAN DIATAS, Wartawan dan LSM tentunya dapat menjalin SINERGITAS yang baik demi mewujudkan Indonesia yang ADIL dan BERADAB sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara.
Narasi oleh :
Rendy Rahmantha Yusri, A. Md
[Pemimpin Redaksi lensafakta.com – lensa fakta grup & Wakil Ketua IWOI DPD Kabupaten Bandung]