Dugaan menyalurkan PMI Ilegal, H. Efendi asal Majalaya Kab Bandung terancam mendapat hukuman berat, simak penjelasanya…!!!
Lensafakta.com, Majalaya||Undang-undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) yang telah disahkan DPR akhir Oktober lalu tentang pelaku yang terlibat pengiriman pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri secara illegal, dapat diancam pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar.
Pasal 82 UU PPMI menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar kepada setiap orang yang dengan sengaja menempatkan pekerja migran dengan jabatan dan tempat pekerjaan yang tak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan pekerja migran.
Ancaman serupa juga diberikan kepada setiap orang yang menempatkan pekerja migran dengan tidak memenuhi persyaratan seperti sehat jasmani dan rohani, terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan Jaminan Sosial dan memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan.
Namun seolah aturan perundangan yang telah diatur oleh pemerintah tersebut tidak berlaku bagi H.Fendi yang selama ini memberangkatkan para calon PMI melalui jalur non prosedural, sehingga diduga banyak permasalahan dari para PMI yang diberangkatkanya, mereka tidak dapat kembali pulang ke tanah air dengan mudah.
Seperti dalam pemberitaan yang beredar beberapa waktu lalu, Yeti seorang PMI asal Bandung yang menangis karena sakit dan tidak bisa pulang dengan alasan majikan dimana ia bekerja telah membelinya (berdasarkan bukti rekaman).
Namun pemberitaan yang beredar, tidak membuat jaringan gerombolan penyalur PMI itu gentar, oleh karenanya, diduga keras jaringan mereka ada campur tangan pihak Aparat Penegak Hukum (APH) setempat yang ikut serta dalam melakukan kejahatan tersebut.
Tak hanya itu, jaringan H.Fendi ini diduga juga bermain didalam manipulasi data-data para calon PMI, hal itu terbukti dengan adanya pengakuan dari salahsatu suami PMI yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menandatangani surat ijin dari suami atas keberangkatannya ke timur tengah melalui H.Fendi.
Padahal telah diatur juga dalam perundang-undangan untuk pelanggaran penyalahgunaan administrasi, dan ancaman pidananya adalah penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta, yang berbunyi, bagi setiap orang yang dengan sengaja memberikan data dan informasi tidak benar dalam pengisian setiap dokumen, seperti surat keterangan status perkawinan, surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali yang diketahui kepala desa, sertifikat kompetensi kerja, surat keterangan sehat, paspor, visa kerja, perjanjian penempatan pekerja dan perjanjian kerja. Ancaman lain adalah pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta bagi setiap orang yang menempatkan pekerja migran Indonesia.
Kini Jelas sudah bahwa apa yang dilakukan oleh H.Fendi selama ini, bahwa ia melanggar perundangan yang ada di Indonesia, dan tidak ada alasan bagi Pihak kepolisian resort setempat untuk menangkap dan memeriksa H.Fendi.
Dan Jika dalam waktu singkat pihak Kepolisian setempat tidak melakukan penangkapan terhadap H.Fendi, maka team Awak media akan menembuskan hal ini kepada BP2MI serta Mabes Polri guna penindakan lebih lanjut.
(Team)