Dagelan politik dinasti, Demokrasi atau DemoGrazy ?
Lensafakta.com, Kabupaten Bandung || Belakangan, ada sebuah drama yang cukup menggelitik dipertontonkan oleh tuan penguasa di Negri ini, negara yang berazazkan demokrasi dan Pancasila perlahan-lahan digiring untuk menerima system oligarki yang digusung sang tuan RI.
Drama oligarki yang sangat kental tercium aromanya, ketika musim-musim politik mulai bersemi. Aturan konstitusi ditabrak habis-habisan demi meraih keinginan sang tuan.
Tak cukup menantu sang tuan RI sebagai pemegang jabatan Walikota, kini anak sang tuan RI dilantik menjadi ketua partai yang notabenenya bersebrangan dengan partai yang membesarkan sang tuan.
Ujung-ujungnya bisa ketebak, partai anak dari sang tuan salah satu penggusung calon RI 1 yang “diciptakan” oleh sang tuan RI itu sendiri, dan TENTU SAJA, ada maksud dari itu semua dimana WAKIL calon itu sendiri juga anak sang tuan RI 1.
Kita tidak akan membahas nama, dan aturan secara terperinci. Namun titik sorot dari opini ini adalah, seberapa kuat kekuasaan oligarki sehingga dapat mencabik -cabik aturan konstitusi? Menyedihkan.
Negara yang berpedoman pada perundang-undangan dibuat seperti dagelan. Jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi beralih fungsi jadi alat untuk menyetir arah politisasi, bukan lagi sebagai penegak hukum dan konstitusi.
Yang lebih mencengangkan, semua atraksi ini ditampilkan terang-terangan didepan publik, seolah-olah semua mata buta akan aroma Politik Dinasti ini.
Sampai kapan? Sampai kapan ibu pertiwi terbebas dari drama dan sandiwara tuan-tuan berdasi pemegang tampuk kekuasaan?
Janji-janji kampanye pun mulai berhamburan dari mulut-mulut busuk yang sedang mengambil hati rakyat. Ah sudah biasa, tentunya AGAMA salah satu isu yang tepat untuk mendukung misi ini.
Semua kader politik berubah jadi ‘alim dadakan, retorika manis mulai diperdengungkan, kata Amanah, Jujur dan Merakyat sudah tidak akan asing lagi.
Menyebalkan memang, mendengar politisi berkata jujur menepati janji politiknya itu bak mendengar seorang pelacur yang mengatakan dirinya masih perawan, mustahil.
Akal sehat sepertinya sudah tak mempan lagi menepis logika – logika yang berantakan. Nalar pun tak berfungsi lagi sebagaimana mestinya, yang ada hanya Tahta dan Tahta.
Ah sudahlah, negri ini terlanjur rusak oleh pola pikir yang penuhi birahi jabatan. Tak ada musuh abadi, tak ada teman abadi, begitulah gambaran politik di negri ini. R.IP Demokrasi, welcome DemoGRAZY..
Rendy Rahmantha Yusri
(Pemred Lensafakta.com
& Wakil Ketua IWOI kab Bandung)