Blunder “anak emas” Dewan Pers
Lensafakta.com, Purwakarta | | Blunder, mungkin itulah kata yang tepat ditujukan kepada organisasi yang selama ini “diyakini” sebagai organisasi tertua, terprofesional dan tentunya tersayang dari Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Organisasi yang digadang-gadang sebagai organisasi paling santer menyorot soal korupsi negara tersebut, kini justru diterpa isu tentang korupsi besar-besaran yang diduga dilakukan oleh para pengurus pusatnya.
UKW Gate, merupakan judul yang menjadi sorotan saat ini, dana 6 Milyar rupiah yang digelontorkan oleh mentri BUMN Erick Tohir dari dana CSR yang seharusnya digunakan untuk Sertifikasi ribuan wartawan seluruh Indonesia, nyatanya diselewengkan oleh sejumlah petinggi dari organisasi anak emas Dewan Pers itu.
Dalam laporannya, dana yang semestinya digunakan untuk UKW di 36 propinsi, yang terealisasi hanya 10 propinsi di Indonesia, miris karena hal itu dilakukan justru oleh oknum petinggi organisasi yang selama ini “dihormati” oleh insan pers dan para pejabat.
Badai yang mengguncang kubu PWI kini membuat organisasi tersebut goyang, pasalnya, tidak ada klarifikasi resmi ataupun siaran pers berupa sanggahan yang dikeluarkan oleh PWI hingga berita ini dirilis. Kami sebagai insan pers yang cukup faham akan drama dibalik UW ini, tentunya sangat menyayangkan kejadian itu.
Terlepas dari itu semua, yang menjadi sorotan adalah “trust” yang berlebih dari pemerintah karena menganggap PWI merupakan organisasi yang dianggap profesional selama ini, bukan tanpa alasan, label “anak emas” Dewan Pers tidak bisa kita pungkiri selalu melekat pada organisasi tertua tersebut.
Disisi lain, Dewan Pers yang “mengharuskan” Uji Kompetensi Wartawan mesti dari PWI agar diakui keabsahannya juga menjadi alasan akar mula polemik ini terjadi. UKW dari organisasi atau lembaga lain yang bukan PWI dianggap abal-abal dan tidak divalidasi (statement resmi dari PWI melalui rilisannya). Bom waktu itu pun meledak, ternyata dibalik semua ini ada maksud tertentu.
Berbagai macam tulisan sebelum ini yang kami buat tentang carut-marut UKW, seakan tak berarti bagi Dewan Pers, jelas saja _lha wong_ status kita dianggap abal-abal toh? Jadi sekeras apapun menyuarakan pendapat, tidak akan ada yang mendengar, kecuali Tuhan yang Maha Adil. Waktu pun membuktikan eksistensinya, menjawab semua narasi kami yang selama ini dianggap “opini”.
Dana 2,9 Milyar yang diduga menjadi bancakan petinggi PWI bukanlah uang yang sedikit, apalahi itu merupakan uang negara yang notabenenya adalah “uang rakyat”. Setelah kejadian ini, Dewan Pers pun bungkam? Anak kesayangannya telah mencoret marwah jurnalis itu sendiri, “meludahi” Kode Etik dan menelanjangi UU Pokok Pers no. 40 tahun 1999.
Timbul pertanyaan, apakah begini rupanya wajah-wajah Jurnalis “RESMI” nan ELEGANT yang sudah terverifikasi UKW itu? Hmm..
Kalau begitu adanya, mungkin lebih baik kami menjadi “jurnalis abal-abal” saja setidaknya kami masih mengerti tentang Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Pers, Norma Hukum dan ADAB,
Salam akal sehat,
Salam satu pena.
Narasi oleh :
Rendy Rahmantha Yusri, A. Md
[Jurnalis pemegang sertifikasi UKW “abal-abal”]